Senin, 23 November 2009

Keluarga Bahagia


Meski seseorang gagal karirnya di luar rumah, tetapi sukses membangun keluarga
yang kokoh dan sejahtera, maka tetaplah ia dipandang sebagai orang yang sukses
dan berbahagia. Sebaliknya orang yang sukses di luar rumah, tetapi keluarganya
berantakan, maka ia tidak disebut orang yang beruntung, karena betapapun sukses
diraih, tetapi kegagalan dalam rumah tangganya akan tercermin di wajahnya,
tercermin pula pada pola hidupnya yang tidak bahagia.

hidup menjadi gelisah, tak tenang karena kegagalannya dalam membina rumah
tangga. Itulah sebabnya Pasangan ideal dari kata keluarga adalah bahagia,
sehingga idiomnya  menjadi keluarga bahagia. Maknanya, tujuan dari setiap orang
yang membina rumah tangga adalah mencari kebahagiaan hidup. Hampir seluruh
budaya bangsa menempatkan kehidupan keluarga sebagai ukuran kebahagiaan yang
sebenarnya.

Menikah  tidak terlalu sulit, tetapi membangun keluarga bahagia bukan sesuatu
yang mudah.  Pekerjaan membangun, pertama harus didahului dengan adanya gambar
yang merupakan konsep dari bangunan yang diinginkan. Gambar bangunan (maket)
bisa didiskusikan dan diubah sesuai dengan konsep fikiran yang akan dituangkan
dalam wujud bangunan itu.  Demikian juga membangun keluarga bahagia, terlebih
dahulu orang harus memiliki konsep tentang keluarga bahagia.

Ada 5 konsep membangun keluarga bahagia.

1.Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis 
cinta membara, yang menggebu-gebu dan “nggemesi”, sedangkan rahmah adalah jenis
cinta yang lembut,  siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai.
Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah,
lama kelamaan menumbuhkan mawaddah.

2. Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti
pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna,
Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri
dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya
harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu
kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga
sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke
dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami,
suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil
menarik orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.

3. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap
patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19).
Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan
nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami.

4. Suami istri senantiasa menjaga Makanan yang halalan thayyiban. Menurut hadis
Nabi, sepotong daging dalam tubuh manusia yang berasal dari makanan haram,
cenderung mendorong pada perbuatan yang haram juga (qith`at al lahmi min al
haram ahaqqu ila an nar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil, pakaian
dan lain-lainnya.

5. Suami istri menjaga aqidah yang benar. Akidah yang keliru atau sesat,
misalnya mempercayai kekuatan dukun, majig dan sebangsanya. Bimbingan dukun dan
sebangsanya bukan saja membuat langkah hidup tidak rasional, tetapi juga bisa
menyesatkan pada bencana yang fatal.


0 komentar: